Home » , » Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat

Menurut  Sumodiningrat (2001) paradigma pembangunan  secara keseluruhan sejak Repelita IV bergeser kearah tercapainya pembangunan yang berpusat pada  manusia (people centered development). Pelaksanaan paradigma tersebut harus dituangkan dalam kebijaksanaan baru pembangunan nasional yang mensyaratkan  adanya upaya-upaya perpihakan dan pemberdayaan yang luas dalam masyarakat. Pembangunan yang berpusat pada manusia  juga di jelaskan  oleh Handrianto (1996),  bahwa pendekatan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (individu/kelompok) merupakan suatu pola pendekatan yang mendahulukan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek) pembangunan didasarkan pada  aspirasi, kepentingan/kebutuhan, kemampuan dan upaya masyarakat.

Selanjutnya Sumodiningrat (2001), menyatakan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki untuk menentukan pilihan kegiatan yang paling sesuai bagi kemajuan diri mereka masing-masing. Lebih lanjut Kartasasmita (1996), menyatakan bahwa memberdayakan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. 

Dari pendapat diatas maka dapat di simpulkan bahwa pemberdayaan adalah suatu upaya untuk memandirikan masyarakat  lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki untuk menentukan pilihan kegiatan yang paling sesusai bagi kemajuan diri mereka masing-masing.

Upaya untuk memandirikan  masyarakat melalui  perwujudan potensi untuk menetukan pilihan kegiatan yang paling sesuai juga  di tegaskan oleh Siswanto (1997), yang menyatakan  bahwa secara empirik, banyak studi menunjukan bahwa masyarakat lebih mampu mengindentifikasi, menilai dan memformulasikan permasalahannya baik fisik, sosial kultur maupun ekonomi dan kesehatan lingkungan, membangun visi dan aspirasi dan kemudian memprioritaskan, intervensi, merencana, mengelola, memonitor dan bahkan memilih tehnologi yang tepat.

Upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat  juga di tegaskan oleh Merriam (1985),  yang mengemukakan bahwa pemberdayaan   mengandung dua pegertian yaitu:
a. Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan.

b. Memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.

Dari pendapat-pendapat diatas maka dapat  di artikan bahwa pemberdayaan merupakan pendekatan pembangunan yang mengutamakan  masyarakat sebagai  pelaku utama proses pembangunan dengan cara  meningkatkan kemampuannya dan memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.

Menurut Setiawan (2003), terdapat lima variabel penting dalam pembangunan masyarakat, antara lain :
a. Inisiatif; Siapa yang mempunyai prakarsa ? 
Inisiatif pembengunan dapat keluar dari komunitas maupun dari luar komunitas. Idealnya inisiatif tersebut selalu keluar dari dalam komunitas. Meskipun demikian, inisiatif dapat datang dari luar komunitas, sejauh komunitas tersebut setuju.

b. Tujuan; Bagaimana tujuan dirumuskan ?
Tujuan seaiknya dirumuskan oleh komunitas itu sendiri dan benar-benar merupakan tujuan mereka.

c. Sumberdaya; Lokal atau luar?
Idealnya, pembangunan masyarakat yang benar akan memanfaatkan seoptimal mungkin sumberdaya lokal. Hal ini akan mengurangi ketergantungan komunitas terhadap pihak luar. Meskipun demikian, pada prakteknya hal ini tidak selalu mudah.

d. Proses; Bagaimana kontrol komunitas? 
Diharapkan masyarakat mempunyai kontrol yang sepenuhnya mulai dari perumusan masalah, usulan kebijakan,implementasi serta evaluasi.

e. Output; Untuk siapa?
Diharapkan masyarakat akan mendapatkan output yang maksimal dari proses pembangunan tersebut.

Berdasarkan variabel – veriabel tersebut, selanjutnya menurut Setiawan (2003) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan dan kegagalan pembangunan masyarakat. Faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua katagori yakni faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor dari dalam komunitas yang berpengaruh dalam program pembangunan masyarakat. Hal ini meliputi empat hal, yakni: sejarah komunitas, berkaitan dengan struktur dan kapasitas organisasi, terkait dengan sumberdaya yang dimiliki komunitas, dan berkaitan dengan kepemimpinan dalam komunitas itu sendiri.

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar komunitas yang berpengaruh terhadap pembangunan masyarakat. Hal ini meliputi dua aspek, yakni, menyangkut sistem sosial politik makro dimana komunitas   berada, dan berkaitan dengan ada atau tidaknya agen-agen perantara yang dapat menjadi penghubung antara komunitas dengan dunia atau pihak-pihak luar.

Elemen dasar proses pemberdayaan masyarakat adalah: partispasi dan mobilisasi sosial (social mobilisation). Disebabkan lemahnya pendidikan, ekonomi dan segala kekurangan yang dimiliki, penduduk miskin secara umum tidak dapat diharapkan dapat mengorganisir diri mereka  tanpa bantuan dari luar. Hal yang sangat esensial dari partisipasi dan mobilisasi sosial ini adalah membangun kesadaran akan pentingnya mereka menjadi agen perubahan sosial. 

Partisipasi telah banyak ditafsirkan orang. Berbagai penafsiran itu antara lain sebagai berikut:
a. Dalam kaitannya dengan pembangunan pedesaan, partisipasi berarti melibatkan rakyat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan program, pembagian manfaat dan keterlibatan mereka dalam upaya evaluasi program (Cohen dan Uphoff, 1977).

b. Partisipasi adalah dikaitkan dengan upaya terorganisir untuk meningkatkan kontrol terhadap sumberdaya dan lembaga-lembaga pembuat kebijakan (Pearse dan Stifel, 1979). 

c. Partisipasi masyarakat adalah proses aktif yang dilakukan untuk mempengaruhi corak dan pelakanaan proyek-proyek pembangunan oleh masyarakat atas dasar pandangan yang menguntungkan bagi perbaikan kehidupan mereka, peningkatan pendapatan, perkembangan individu, dan keswadayaan atau nilai-nilai lain yang mereka hargai (Paul, 1987).
  
d. Partisipasi dapat diartikan sebagai proses pemberdayaan kelompok masyarakat yang tertinggal dan terpinggirkan. Pandangan ini didasarkan pada pengakuan atas perbedaan-perbedaan dalam kekuatan ekonomi dan politik diantara kelompok-kelompok dan klas sosial yang berbeda. Partisipasi dalam hal ini merupakan kreasi dari organisasi-organisasi kelompok miskin yang demokratis, independen dan mandiri (Ghai, 1990).
  
e. Pembangunan yang partisipatif mencirikan kerjasama (partnership) yang didasarkan atas dialog diantara para pelaku, dimana semua agenda disusun bersama, dan pandangan lokal serta pangalaman-pengalaman asli dihormati dan di perjuangkan. Ini lebih merupakan negosiasi dari sekedar dominasi dari kekuatan eksternal  yang menyusun agenda proyek. Sehingga rakyat menjadi pelaku dan tidak sekedar penerima manfaat (OECD, 1994).

f. Partisipasi adalah sebuah proses dimana stakeholders mempengaruhi dan mengontrol inisiatif pembangunan, pengambilan keputusan dan sumberdaya yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (World Bank, 1994).

Dari penafsiran atas partisipasi tersebut, dapatlah di simpulkan bahwa situasi partisipatif akan dapat terjadi bila:
a. Manipulasi dapat dihindari dengan menjauhkan proses indoktrinasi dari yang kuat kepada yang lemah.    
b. Stakeholders menginformasikan hak-haknya, tanggungjawabnya serta pandangan-pandangannya.
c. Ada komunikasi timbal balik dimana stakehoilder mempunyai kesempatan untuk menyatakan perhatian dan pikirannya sungguhpun tidak mesti pikiran mereka akan digunakan
d. Stakeholder berinteraksi untuk saling memahami untuk membangun konsensus melalui proses negosiasi. 
e. Pengambilan keputusan dilakukan secara kolektif. 
f. Adanya pemahaman dan pembagian resiko diantara stakeholders. 
g. Adanya kerjasama (Partnership) untuk mencapai tujuan bersama. 
h. Pengelolaan bersama (Self-management) diantara stakeholders (diadopsi dari UNCDF, 1996).

Untuk melaksanakan proses pemberdayaan, hal-hal yang perlu diperhatikan, adalah: 
a. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai konsep pemberdayaan. 
b. Konsep pemberdayaan mengasumsikan adanya perubahan dalam budaya, termasuk di dalamnya budaya organisasi dan perusahaan, 
c. Pemimpin, kaum birokrat, manajer, harus memiliki kesadaran dalam dirinya, bahwa dalam implementasi dari konsep-konsep pemberdayaan, pada akhirnya akan terjadi perubahan peran, yang berimbas pada peran mereka mungkin berkurang. 
d. Individu, kelompok, dan masyarakat luas, harus siap merubah dirinya dan menghilangkan pengkondisian mental, hambatan mental, dan kenyamanan yang ada dalam diri mereka. 
e. Proses pemberdayaan bukan suatu pendekatan yang seketika, namun membutuhkan waktu dan energi dalam pendekatannya, karena pemberdayaan bertujuan menangkap pikiran dan hati orang, sehingga hal itu sangat sulit ketika dalam proses pemberdayaan menghadapi kondisi keprihatinan, kecemasan dan adanya perasaan takut dari orang-orang akan kehilangan pekerjaannya.

Lencana Facebook