Home » » Rural Development "Putting The Last First"

Rural Development "Putting The Last First"

ILMU PENGETAHUAN SIAPA,,??
Gerakan pembangunan yang dikedepankan dengan sikap “sok tahu” khususnya dalam melihat problem-problem pembangunan di desa, merupakan arah pembangunan yang harus ditelaah secara signifikan, apakah sebenarnya ilmu pengethuan yang dengan analisis “sok tahu” tersebut akan menjadikan pembangunan masyarakat desa kearah yang lebih baik atau justru sebaliknya.

Menurut saya sebuah narasi singkat di atas adalah kondusifitas yang harus dipelajari hari ini dalam menelaah pembangunan desa. Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, Pembangunan desa hari ini dapat kita lihat bahwasanya ilmu pengetahuan yang dikembangkan adalah pengetahuan modernitas yang dilatar belakangi oleh kondisi kekayaan, kekuasaan, dan prestise yang dilakukan oleh “orang luar” dengan memandang rendah dan mengabaikan ilmu pengetahuan masyarakat lokal (rakyat desa) yang sebenarnya justru lebih mengetahui apa sebenarnya yang menjadi problem signifikan di desa tersebut, dan apa yang dapat di jadikan solusi dalam menyelesaikan permasalah yang mereka rasakan.

Maka oleh sebab itu, kelompok-kelompok profesional atau orang luar yang ingin dan akan melakukan sebuah pembangunan di desa, harus terjun kebawah dan merasakan apa yang masyarakat desa rasakan. Sehingga problemnitas dalam desa tersebut dapat diketahui. Bukan dengan perspektif ilmu pengetahuan modernitas semata yang justru akan berdampak negatif bagi rakyat desa.

Ilmu Pengetahuan, Kekuasaan, Dan Prasangka
Merupakan sebuah realitas yang tak dapat di sangkal bahwa ilmu pengetuhuan adalah kekuatan. Dalam perwujudannya dengan mengedepankan kekuatan teknologi dan pemahaman yang di anggap lebih maka implikasi dari kekuatan tersebut adalah menjadi prasangka dalam menelaah sesuatu.

Jadi, menurut saya apabila ada mereka yang bersekolah dengan jenjang yang tinggi, dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang mereka anggap lebih, baik dibidang teknologi, ekonomi, pertanian, pangan dan sebagainya yang mereka dapatkan dari pendidikan formal. Dalam sebuah referensi mutlak yang mereka anggap dapat menjadi “dewa” dalam menjawab kasus-kasus perdesaan. Sehingga pengetahuan rakyat desa yang lahir dari kultur, nilai, kebiasaan, dan lingkungan keseharian mereka dalam menjalankan kelangsungan hidupnya, yang tidak berasal dari pendidikan formal, justru teranggap sebuah pengetahuan yang tidak sistematis, cermat, dan trampil dan tidak membawa pencerahan bagi kelangsungan hidup masyarakat desa kedepannya.

Prasangka “Orang Luar”
Sebagai orang luar, Chambers mengakui juga adanya keterbatasan dalam dirinya, yang selalu membayangi pemikirannya. Meskipun dia melihat permasalahan kemiskinan di perdesaan dengan kepala dingin, namun tidak berhasil, karena dia tidak bisa mengingkari dirinya sebagai orang luar (Inggris) dalam mengamati komunitas perdesaan yang ditelitinya. 

Namun  demikian, sebagai seorang profesional, dia berusaha keras untuk menemukan fakta, gagasan, dan argumen yang orisinal dari apa yang telah dilihatnya dan pengalaman yang dialaminya. Hanya saja, sebagai orang luar, dalam mengamati kemiskinan atau kondisi perdesaan didasarkan atas prasangka-prasangka sebagai orang luar, yang belum tentu benar sesuai kenyataan.  Chambers dalam bukunya memberikan beberapa alasan. Yaitu, mengapa sampai kemiskinan di daerah pedesaan sampai terlupakan atau ia sebut dengan istilah unperceived. Alasan utama adalah adanya prasangka.

Ada enam prasangka atau bias yang disebut oleh Chambers sebagai penyebab mengapa kemiskinan di pedesaan menjadi terlupakan: 
1. Prasangka spasial, 
2. Prasangka proyek
3. Prasangka kelompok sasaran
4. Prasangka musim kemarau
5. Prasangka diplomatis
6. Prasangka profesional. 

Maka dengan demikian, menurut saya dapat kita katakan bahwa pembangunan desa hari ini adalah bagaimana sebuah analisis prasangka bias yang menjadi referensi mutlak dalam implementasi pembangunan desa yang dilakukan oleh orang luar. Tidak dengan analisis pendekatan turun kebawah, merasakan yang masyarakat desa rasakan, hidup bersama mereka, dan mengetahui “hiddencoss” (hal-hal yang tersembunyi) yang masyarakat desa perbuat dalam kelangsungan hidup mereka. Karena sebarnya banyak pengetahuan-pengetahuan orang desa yang lebih prinsipil dan teratur dalam pemenuhan kelangsungan hidup mereka, yang tidak orang luar ketahui. Dan bahkan sebenarnya ilmu pengetahuan masyarakat desa tersebut menjadi evaluasi orang luar yang justru masyarakat desa itu lebih pintar dan tidak bodoh seperti yang orang luar prediksi awalnya.

Pengetahuan Orang Desa
Karena hari ini pengetahuan orang luar yang terpusat ke kota dengan orientasi modernitas dan kekuasaan yang ada pada kelompok-kelompok profesional, secara tidak langsung mereka tidak menyadari dan telah lupa bahwa mereka telah mengabaikan ilmu pengetahuan “Orang Desa” yang yang dimiliki oleh penduduk desa itu.

Karena sebenarnya adalah pengetahuan orang desa merupakan sebuah referensi penting bagi orang luar dalam melihat arah pembanguan masyarakat desa. Bukan sebaliknya dimana pengetahuan profesional dengan modernitas dan kekuasaan yang dijadikan orientasi mutlak dalam implementasi pembangunan masyarakat desa.

Ada beberapa sebutan-sebutan pengetahuan orang desa yang perlu kita ketahui, yaitu :
a. Ilmu Rakyat, adalah sistem pengetahuan sekelompok warga desa, dimana ilmu pengetahuan warga desa tersebut tidak hanya kepunyaan rakyat desa, melainkan dapat berasal dari pengetahuan formal yang dapat dijadikan pengetahuan untuk rakyat desa yang bermanfaat bagi mereka.
b. Ethno Science, yaitu sistem pengetahuan asli itu sendiri. Maksudnya menurut saya adalah ilmu pengetahuan yang berasal dari masyarakat desa itu sendiri dengan menafsirkan dan menterjemahkan sistem ilmu pengetahuan dalam kebudayaan tertentu.
c. Asli atau Pribumi, yaitu ilmu pengetahuan yang berasal dari dalam kehidupan yang wajar masyarakat desa dalam suatu tempat. Maksudnya menurut saya adalah ilmu pengetuhuan rakyat yang meskipun telah dipengaruhi, diperkaya, dan mungkin saja dirusak oleh orang luar, tetapi pustaka resmi dari ilmu pengetahuan asli masyarakat desa setempat tetap terjaga.
d. Pengetahuan Lokal, adalah pengetahuan masyarakat desa dengan kesederhanaanya. Artinya bahwa pengetahuan lokal desa yang dimiliki oleh sekelompok orang pinggiran tertentu yang di anggap tetap menjaga nilai dan tradisi pengetahuan mereka dari difusi pengetahua-pengetahuan orang luar.

Maka menurut saya, dari akumulasi sebutan-sebutan pengetahuan orang desa di atas dapat kita katakan bahwa istilah pengetahuan orang desa dapat kita sebutkan yaitu “Pengetahuan Rakyat Pedesaan”,  yaitu pengetahuan yang murni berasal dari masyarakat desa setempat, yang mereka amalkan dalam kelangsungan hidu mereka. Tetapi yang perlu kita ketahui hari ini adalah banyak sekali faktor yang menghalangi “orang luar” untuk dapat menghargai dan belajar dari pengetahuan masyarakat desa. Adalah faktor kekuasaan, profesionalisme, prestise, kurangnya hubungan, kesulitan bahasa, prasangka buta, dan juga kesenjangan budaya akademis dengan budaya masyarakat desa.

Dengan adanya problemnitas di atas maka dapat kita ketahui bahwa sebenarnya sikap positifisme dan ekslusifitas pengetahuan orang luar dalam menilai masyarakat desa adalah realitas yang harus di evaluasi karena sebenarnya pengetahuan orang desa juga lebih pintar dari pada orang luar baik itu dalam hal Praktek Bercocok Tanan, Pengetahuan Lingkungan Hidup, Kemampuan Rakyat Desa, dan Kegiatan Percobaan Rakyat Desa.

Terbaik Dari Keduanya
Menurut saya perlu kita sadari hari ini bahwasanya sebenarnya di negara Dunia Ketiga, Pengetahuan Rakyat Pedesaan merupakan harta kekayaan budaya nasional terbesar tetapi kurang dimanfaatkan. Ilmu-ilmu pengetahuan rakyat desa dalam bidang bercocok tanam bagaimana seni mereka bertani dan proses mereka menjaga tanaman pertaniannya, adalah pengetahuan asli masyarakat desa yang tidak dimiliki oleh pengetahuan orang luar.

Disatu sisi tidak dapat kita pungkiri bahwasanya manuver-manuver orang luar yang hendak mengekploitasi masyarakat desa dengan dalih pembangunan masyarakat adalah fenomena ketimpangan pengetahuan yang terjadi didalam sistem tersebuat. Kerena apa, menurut kajian saya adalah masyarakat desa dengan pengetahuan yang mereka miliki dan amalkan dalam pemenuhan kelangsungan hidup mereka adalah harta budaya yang luar biasa yang dimiliki oleh negara dunia ketiga. Disatu sisi lain, ilmu pengetahuan orang luar yang profesional dengan latar belakang modernitas yang merasa sok pinter dan menjelma sebagai pahlawan kesiangan dikalangan masyarakat dengan penerapan-penerapan pengetahuan baru yang orang luar lakukan bagi masyarakat desa, justru berakibat terjadinya ketimpangan ilmu pengetahuan yang membuat masyarakat desa kurang paham dan kunjung tidak mengerti, sehingga implikasi dari pada kebijakan tersebut adalah kesenjangan pengetahuan dikalangan masyarakat desa.

Maka sebenarnya, kebijakan strategis yang harus dilakukan negara “Dunia Ketiga” dalam melihat realitas ini adalah bagaimana pemberdayaan masyarakat denga pengetahuan-pengetahuan tradisi dan nilai mereka. Karena ilmu pengetahuan masyarakat desa ini merupakan terbaik dari keduanya bagi kalangan rakyat desa itu sendiri.

Dan juga sebagai negara Dunia Ketiga maka perlu untuk menjaga keseimbangan pengetahuan masyarakat desa dari pergeseran kekuatan pengetahuan. Rakyat desa yang memiliki pengetahuan diabaikan, direndahkan, dam dimatian semangatnya oleh orang-orang kota, nilai-nilai komersial dan profesionalisme, kepentingan dan kekuasaan. Maka agar orang desa dapat meningkatkan keikutsertaan, pengendalian, dan mendapatkan banyak esensi positif dari upaya kebijakan pembangunan, maka perlu di  ada penerapan arus balik. 

Langkahnya adalah bagi orang-orang luar dengan ilmu pengetahuan formal, profesional, dan modernitasnya untuk turun kebawah, duduk bersama, merasakan apa yang masyarakat desa rasakan, mendengarkan, dan belajar. Sehingga tidak terjadi ketimpangan ilmu pengetahuan, tetapi relevansi ilmu pengetahuan dapat terjalin menuju arah pembangunan desa yang konstruktif.

Lencana Facebook