1. Studi Daniel Lerner
Daniel Lerner adalah orang yang serius mempelajari aspek komunikasi dalam pembangunan. Menurut Lerner, aspek yang paling penting dalam modernisasi adalah kemauan untuk mobilitas, baik fisik maupun psikis. Aspek fisik mencakup urbanisasi, yakni adanya perpindahan dari desa ke kota. Sedang mobilitas psikis berarti bergeraknya seseorang dalam arti kejiwaan, adanya empati. Empati ini berarti kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya berada di posisi orang lain.
Untuk membentuk ini, dibutuhkan peran media massa. Sehingga Lerner menganggap bahwa pengoptimalan media massa adalah hal yang sangat penting. Bagaimana orang lain mengetahui suatu informasi dari media massa, bagaimana media massa mengolah pesannya, hal-hal ini lah yang dibutuhkan untuk mobilitas yang telah disebutkan di atas.
Daniel Lerner menganalisa hubungan antara tingkat melek huruf dengan penggunaan media massa, kemudian dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik. Orang menyebutkan teori modernisasi Lerner. Lerner mengemukakan bahwa modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi. Seterusnya urbanisasi akan meningkatkan melek huruf, lalu meningkatkan penggunaan media dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat yang tercermin dalam partisipasi Pemilu.
Lerner berpendapat kehidupan kota menuntut orang untuk mampu membaca dan menulis. Kemampuan tersebut mereka akan menjadi pengguna media massa. Hal tersebut meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Secara garis besar pendapat Lerner, untuk bisa berubah modern anggota masyarakat harus memiliki mobilitas baik dalam arti fisik atau psikis. Mobilitas fisik diartikan kebergerakan anggota masyarakat termasuk dalam arti perpindahan dari desa ke kota. Mobilitas psikis yaitu bergeraknya seseorang dalam arti kejiwaan. Mobilitas fisik akan mengubah kehidupan baik individu maupun masyarakat.
Dengan mobilitas psikis seseorang dapat menempatkan dirinya pada kedudukan orang lain atau yang dinamakan sebagai empati. Kemampuan merasa bersama orang lain, kesanggupan menyesuaikan diri dan merupakan aktifitas empati dan kesediaan untuk berinovasi
Lerner menyatakan empati merupakan prasyarat untuk mengambil peran baru sekaligus penyesuaian pada situasi baru. Wawasan masyarakat tidak terbatas pada hal-hal setempat saja, karena media massa mendidik masyarakat untuk menerima berita-berita supra-lokal (yang lebih tinggi dan luas dari setempat) dengan begitu kepekaan dapat tercipta sebagai permulaan dari mobilitas yang sesungguhnya (sosialisasi yang diantisipasi).
Lerner berargumen bahwa setiap komunikasi merupakan indikasi sekaligus agen dari proses perubahan sosial. Ia melihat sistem komunikasi masyarakat selalu berjalan satu arah yaitu dari sistem komunikasi oral, cocok untuk masyarakat tradisional, sedangkan sistem media sesuai untuk masyarakat modern.
Asumsi Modernisasi Lerner:
a. Modernisasi merupakan proses komunikasi. Unsur tertentu dari budaya nasional/lokal merupakan penghambat yang harus dihapus untuk menuju masyarakat modern.
b. Transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern berkaitan dengan tingkat perubahan sejumlah karakter individual yang berhubungan dengan modernisasi.
c. Media massa memiliki keampuhan membina empati karena menjadi pengganda mobilitas individu dan masyarakat.
d. Empati ditekankan bersamaan dengan rasionalitas yang harus ditingkatkan. Rasionalitas juga menyangkut kecenderungan untuk memandang masa depan dan prospek pribadi dalam arti suatu hasil pencapaian daripada sesuatu yang sekadar diwarisi.
e. Kepribadian yang modern ditandai dengan oleh suatu nilai-nilai psikososial yang kompleks. Yaitu terdapat penekanan pada suatu kesiapan untuk pengalaman-pengalaman baru dan keterbukaan terhadap inovasi.
Pada intinya, Lerner mengemukakan bahwa modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi. Menurutnya, untuk bisa berubah menjadi modern, anggota masyarakat harus memiliki mobilitas baik dalam arti fisik, maupun psikis. Namun kurang lebih dua puluh tahun kemudian, Lerner memperbaiki beberapa hal dari teori modernisasi yang ia kemukakan sebelumnya, yaitu :
a. Urbanisasi tidak lagi sebagai langkah pertama. Sebagai gantinya adalah melek huruf dan pengenaan media, lalu bergerak menuju partisipasi.
b. Indikator partisipasi politik bukan lagi hanya pemberian suara di pemiliu, tapi sedang dicarikan indicator lain yang bersifat psikologis semacam “empati”.
c. Lerner tidak lagi menyebut keseluruhan proses tersebut sebagai modernisasi, tapi mengantinya dengan perubahan.
d. Kerena itu, faktor yang dikemukakan sebelumnya (urbanisasi, melek huruf, pengenaan media dan partisipasi) tidak lagi disebut sebagai indicator kemodernan, tapi sebagai kecenderungan kepada perubahan (proencity to change) atau kesiapan orang untuk mencoba hal-hal yang baru.
Kelebihan dari teori ini adanya semangat untuk berinovasi, adanya kemauan untuk menjadi agen perubahan. Hal ini didasarkan dari syarat modernisasi yang mengharuskan untuk perpindahan atau mobilitas sehingga terjadi pergerakan pengetahuan dan keinginan.
Kekurangan dari model ini adalah salah perhitungan dari Lerner yang menyatakan bahwa arus urbanisasi bisa menghasilkan peningkatan baca tulis di kalangan anggota masyarakat. Namun, hal ini ternyata salah. Di negara berkembang, arus urbanisasi justru memicu timbulnya kawasan-kawasan baru yang kumuh yang terletak di pinggiran kota. Juga tidak dilanjutkan dengan peningkatan konsumsi media, apalagi berpartisipasi dalam politik.
2. Perubahan Masyarakat Tradisional di Timur Tengah
Lerner (1983) mencoba menggambarkan modernisasi sebagai faktor yang mendorong perubahan sosial di Timur Tengah. Secara umum hasil penelitiannya menemukan nilai-nilai tradisional yang tercermin dalam tingkah laku manusia pada masyarakat Timur Tengah mengalami peralihan ke karakter kehidupan modern.
Tiga variabel modernisasi yang digunakan Lerner yaitu;
a. Lebih modern, dimaksudkan lebih banyak orang yang mengubah cara hidup tradisional.
b. Lebih dinamis, dimaksudkan modernisasi berjalan dengan suatu derap cepat.
c. Lebih stabil, dimaksudkan pembagian kelas tidak begitu jelas.
Modernisasi lebih bergerak cepat karena tidak dihambat oleh terputusnya kebijakan dan kekerasan sosial politik. Ketiga variabel itu diturunkan pada beberapa kondisi yang dapat ditelaah yaitu; mobilitas, empati, pendapatan dan partisipasi.
Dari enam negara timur tengah yang diteliti (Turki, Libanon, Mesir, Siria, Yordania, Iran) hasil penemuannya membuktikan bahwa Turki dan Libanon dianggap sedang mengalami proses modernisasi. Mesir dan Siria dilanda kekacauan, sedangkan Yordani dan Iran belum jauh melangkah ke arah modernisasi. Perkembangan yang menarik dari modernisasi di Timur Tengah adalah ketiga ciri modernisasi, dinamisme dan stabilitas cenderung bergerak bersama.
Lerner menekankan proses modernisasi yang seimbang, hal ini yang membedakan perubahan sosial di masing-masing negara. Keseimbangan itu dapat dilihat dari urbanisasi dan kemampuan baca tulis, produksi media dan konsumsinya, jumlah penduduk dan pemberian suara. Turki dan Libanon menunjukkan perkembangan yang paling seimbang dan stabil untuk semua sektor.
Salah satu contoh, di Turki dan Libanon terjadi keseimbangan yang logis antara jumlah penduduk dan pemberi suara dalam pemilu, didukung oleh ketersediaan media informasi dan pendidikan. Demikian pula ada kaitannya antara ketersediaan informasi yang tinggi dengan kebebasan berpendapat dan empati. Mesir, Siria, Yordania, dan Iran tidak mengalami perkembangan seperti itu. Keempat negara ini diliputi dengan kondisi politik dan sosiokultural yang tidak mendukung misalnya pemerintahan diktator di Mesir, imbas pengungsi di Palestina, serta nilai tradisionil yang kuat di Iran.
Selain itu, di enam negara tersebut masa peralihan sudah dapat dilihat karena perubahan sosial di negara-negara tersebut sudah terjadi. Akan tetapi tipe di setiap negara itu berbeda dilihat dari sudut ketidakberdayaan dalam menggunakan hak berpendapat atau yang disebut Lerner impotensi pribadi. Libanon dan Turki menunjukkan sedikit ada gejala itu, sedangkan keempat negara lainnya menunjukkan gejala tersebut. Bahkan kaum peralihan di Iran sebagian besar tidak menggunakan hak berpendapat untuk menilai kondisi meraka dalam lingkungan nilainilai tradisional yang kaku.
Secara umum penemuan Lerner, mencoba mengembangkan suatu teori yang melihat bahwa modernisasi terjadi dari dalam dan tidak sama untuk semua masyarakat. Namun demikian pengaruh perkembangan informasi dan komunikasi menyebabkan semua unsur eksternal juga dapat berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Seperti yang dinyatakan Lerner bahwa pengaruh tingkah laku dapat bersamaan dengan perubahan kelembagaan.
Home »
Komunikasi
,
Masyarakat
,
Pembangunan
,
Perubahan
,
Tradisional
» Agent of Reinvestment Dalam Perubahan Masyarakat Tradisional
Agent of Reinvestment Dalam Perubahan Masyarakat Tradisional
Posted by Unknown
Posted on 23.32