Dalam melihat realitas sosial ,cara pandang setiap individu dengan individu yang lain terhadap persoalan yang sama akan berbeda, tergantung paradigma yang digunakan oleh individu tersebut. Karena demikian vital dalam menyikapi realitas yang ada kemudian timbul pertanyaan apa paradigma itu? Pergeseran paradigma terjadi sebagaimana perkembangan ilmu-ilmu sosial, kebanyakan sulit untuk didefinisikan, dan merupakan suatu cita-cita konseptual yang memberi inspirasi atau mengilhami suatu pemikiran dari masyarakat tertentu , mengarahkan perhatian-perhatiannya dan menentukan kesadaran yang kuat akan bentuk obyektivitas dari realitas dalam masyarakat, tetapi banyak dari kalangan pemikir-pemikir ilmu sosial memberikan gambaran tentang definisi paradigma. Inti dari pengertian paradigma yaitu merupakan titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, pertanyaan dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Lewat paradigma ini pemikiran seseorang dapat dikenali dalam melihat dan melakukan analisa atas suatu masalah.
Perbedaan paradigma yang digunakan oleh seseorang dalam memandang suatu masalah akan berakibat pada timbulnya perbedaan menyusun teori, membuat konstruk pemikiran cara pandang sampai pada aksi dan solusi yang diambil.
A. Beberapa Paradigma yang Berlaku Secara Umum Dalam Ilmu Sosial
Menurut William Perdue dalam ilmu sosial dikenal adanya tiga klasifikasi utama dari paradigma yaitu: Paradigma Keteraturan (Order Paradigm), Paradigma Keberagaman (Pluralis Paradigm), dan Paradigma Konflik (Conflic Paradigm) . Untuk memahami perbedaan dari masing-masing paradigma diatas akan dipaparkan pengertian sebagai berikut :
1. Paradigma Keteraturan (Order Paradigm)
Paradigma keteraturan mempuyai asumsi dasar mengenai sifat dasar manusia (human nature), asumsinya adalah sebagai berikut:
Pertama, imajinasi mengenai sifat dasar manusia yaitu; berakal, memiliki kepentingan pribadi, adanya ketidakseimbangan personal dan berpotensi memunculkan disintegrasi sosial (tipe ideal berdasarkan asumsi ini adalah pandangan Hobes mengenai konsep dasar negara),
Kedua, imajinasi tentang masyarakat yaitu kohesif, terintegrasi, memiliki daya kekang diri dan adanya ketidakseimbangan (tipe ideal berdasarkan asumsi ini adalah negara republik menurut pandangan Plato),
Ketiga, imajinasi mengenai ilmu pengetahuan yaitu sistematik, positivistik, empirik, kuantitatif dan prediktif (tipe ideal berdasarkan asumsi ini fungsionalisme keilmuan pandangan August Comte).
Dari paparan diatas menunjukkan bahwa paradigma keteraturan merupakan suatu pandangan berpikir yang mengasumsikan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki potensi untuk berpecah akibat dorongan interes pribadi, namun dapat di cegah berkat kemampuan rasio sehingga timbul adanya konsensus dan integrasi yang berupa norma, nilai dan sejenisnya. Konsensus ini yang memiliki kekuatan untuk menekan potensi disintegrasi manusia . Konsekuensi dari pola pikir yang demikian paradigma keteraturan melihat teori adalah sesuatu yang positivistik, empirik, kuantitatif dan prediktif.
2. Paradigma Keberagaman (Pluralis Paradigm)
Paradigma menggunakan filsafat idealisme yang meyakini adanya keterkaitan antara obyek dan akal, keterkaitan logika dan harus terdiri dari pemikiran yang subyektif. Bahwa tindakan manusia memiliki kekuatan yang tidak dapat dapat diprediksi, adanya sebuah kesadaran yang dimiliki oleh setiap manusia.
Teori ini melakukan penelitian secara menyeluruh atas gagasan yang ada dalam kesadaran kita mengenai bagaimana aktor sosial menafsirkan dan membuat dunia empirik mengenai mereka. Dalam paradigma ini lebih mengedepankan aspek kualitatif dibandingkan aspek kuantitatif.
Asumsi yang digunakan adalah;
Pertama, pandangan dasar manusia yaitu disengaja aktif, suka rela dan rasional (tipe ideal konsep kesadaran diri dari Imanuel Kant ),
Kedua, pandangan dasar mengenai masyarakat yaitu kerja sama antagonisme pernyataan pemikiran, pertukaran makna, dan dibentuk karena adanya faktor dari dalam (pandangan Rousseu tentang masyarakat),
Ketiga, pandangan mengenai ilmu pengetahuan yaitu filsafat idealisme, tindakan manusia tidak dapat diprediksi terbentuknya karakter dari dalam dan bersifat kualitatf.
3. Paradigma Konflik (Conflic Paradigm)
Paradigma ini memandang manusia sebagai mahluk yang oyektif yang hidup dalam realitas sosial, maka filsafat materialisme merupakan dasar dari ilmu pengetahuan manusia. Meletakkan pikiran, kehendak dan munculnya perasaan secara sederhana, meskipun hanya dapat menjelaskan dalam istilah realitas sosial yang material dan kemudian disebut dengan istilah realitas sosial ganda serta bahan-bahan teori termasuk konsep utama dan urutan logika) harus merujuk pada imperativ oyektif. Realitas yang kontradiksi dan fenomena fakta sosial yang sering muncul dalam sebab akibat akan direfleksikan oleh teori konflik melalui logika dialektik dan endingnya adalah terciptanya dunia lebih baik.
Asumsinya adalah:
Pertama, image tentang sifat dasar manusia yaitu pencipta, cooperativ, rasional dan sempurna,
Kedua, image tentang masyarakat yaitu interdependent, struktural, menyeluruh, dan dinamis,
Ketiga, tentang masa lalu dan masa kini yaitu timpang penuh tekanan dan pertarungan,
Keempat, pandangan tentang masa depan yaitu utopia dan egaliter,
Kelima image tentang ilmu pengetahuan yaitu filsafat materialisme, historis, holistik (menyeluruh), dan dialektikdan terapan.
B. Apakah Paradigma Kritis Transformatif itu ?
Paradigma kritis merupakan kolaborasi dari paradigma pluralis dan paradigma konflik. Teori kritis adalah sangat heterogen anti dogmatis dan menolak segala macam ideologi serta pembakuan hidup yang bisa membelenggu dan mengurangi kebebasan manusia. Sedangkan transformatif adalah kristalisasi dari pemikiran-pemikiran kritis yang dirancang untuk menghasilkan gerakan sehingga tanpa adanya pemikiran-pemikiran kritis, apa yang disebut transformasi tidak akan pernah terwujud. Sedangkan teori kritis ini diarahkan pada prasyarat-prasyarat komunikasi yang terbuka dan bebas.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan PMII memilih paradigma kritis sebagai dasar dalam bertindak, cara pandang serta mengaplikasikan dalam melakukan analisa antara lain:
1. Masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu nilai-nilai kapitalisme modern, dimana kesadaran masyarakat terkekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya massa kapitalisme dan pola pikir positivistik modern. Pemikiran ini yang telah menjadi ideologi dan berhala yang mengharuskan semua orang untuk mengikatkan diri padanya. Karena jika tidak akan dipinggirkan dan ditinggalkan sehingga exsistensi tidak diakui.
2. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, beragam baik secara etnis, tradisi, kultur, maupun kepercayaan. Kondisi seperti ini akan lebih tetap jika diterapkan paradigma kritis karena paradigma akan memberikan tempat yang sama bagi setiap individu maupun kelompok masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dan kreativitasnya secara maksimal melalui dialog yang terbuka dan jujur. Dengan demikian potensi tradisi akan bisa dikembangkan secara maksimal untuk kemanusiaan.
3. Akibat ruang publik masyarakat hilang karena direnggut kekuasaan negara orde baru pada saat yang represif dan otoriter dampak lebih lanjut dari kondisi yang demikian masyarakat dihinggapi budaya bisu. Sehingga mengganggu proses demokratisasi karena sikap kritis di berangus.
4. Selama pemerintahan yang menggunakan paradigma keteraturan dengan teori-teori modern yang direpresentasikan melalui ideologi developmentisme masa NU yang di dalamnya PMII di marjinalisasikan secara total, hal ini karena NU dianggap sebagai masa tradisional yang merupakan anti tesis dari pola pikir modern.
5. Di samping belenggu sistem sosial politik yang dilakukan negara dan sitem kapitalisme global yang terjadi sebagai akibat perkembangan situasi, faktor yang secara spesifik terjadi dikalangan PMII adalah kuatnya belenggu dogmatisme agama dan tradisi. Maka secara tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi agama. Dogmatisasi agama mengakibatkan tidak ada beda mana yang dogma dan mana pemikiran terhadap dogma, akibatnya agama menjadi kering dan beku bahkan tidak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan dan upaya penegakan nilai kemanusiaan. Dalam upaya mengembalikan fungsi dan ajaran agama maka diperlukan adanya dekontruksi pemahaman keagamaan.
Dari uraian diatas, Paradigma Kritis yang dilandasi pemikiran Mohammad Arkoun dan Hasan Hanafi sebenarnya berupaya membebaskan manusia dengan semangat dan ajaran agama yang lebih fungsional, dengan kata lain Paradigma Kritis barat berdasarkan pada semangat revolusioner sekuler dan dorongan kepentingan sebagai dasar kebijakan, sebaliknya Paradigma Kritis PMII justru menjadikan nilai-nilai agama yang terjebak dalam dogmatisme itu sebagai pijakan untuk membangkitkan sikap kritis melawan belenggu yang kadang disebabkan oleh pemahaman keagamaan yang distortif. Paradigma Kritis PMII didorong oleh spirit religiousitas dalam melakukan kritik dan pembebasan namun demikian harus diakui ada persamaan antara keduanya yaitu dalam metode analisa bangunan teoritik dan semangat pembebasan yang terkandung didalamnya. Jika Paradigma Kritis ini diterapkan dikalangan warga pergerakan khususnya PMII maka kehidupan keagamaan akan bisa berjalan dinamis dan kultur demokrasi akan terbentuk.
Home »
Gerakan
,
Kritis
,
Mahasiswa
,
Paradigma
,
PMII
,
Transformatif
» Paradigma Kritis Transformatif
Paradigma Kritis Transformatif
Posted by Unknown
Posted on 12.35