Sekarang kondisi Aceh sudah kondusif. Rekonstruksi, rehabilitasi dan reintegrasi berjalan dengan sukses. Terpilihnya Pemimpin Aceh “Zikir” dipercaya menambah stabilitas Aceh yang merupakan prasyarat utama bagi proses pembangunan. Karena itu saatnya Aceh lebih memberi prioritas kepada kepentingan jangka panjang diatas kepentingan jangka pendek. Termasuk didalamnya adalah penyelesaian proses legislasi RPJP Aceh sehingga dapat menjadi rujukan bagi perencanaan dengan horizon waktu yang lebih pendek yaitu RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) berdasarkan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Visi pembangunan jangka panjang Aceh adalah Aceh yang Islami, maju, damai dan sejahtera pada tahun 2025. Pelaksanaan syariah Islam secara kaffah akan seiring dengan terwujudnya peradaban yang tinggi dimana kebutuhan sosial, politik, ekonomi dan rasa aman dapat terpenuhi.
Untuk meraih visi tersebut, RPJP Aceh menetapkan enam misi utama yaitu mewujudkan masyarakat yang:
1. Berakhlak mulia berdasarkan nilai Islami,
2. Mampu memenuhi kebutuhan hidup dalam aspek ekonomi, sosial dan spiritual,
3. Demokratis berlandaskan hukum,
4. Aman, damai dan bersatu,
5. Mewujudkan pembangunan yang berkualitas, maju, adil dan merata,
6. Mewujudkan Aceh yang lestari dan tangguh terhadap bencana.
Visi dan keenam misi diatas akan menjadi rujukan utama dan kemudian dijabarkan dalam bentuk arah, kebijakan, program dan kegiatan dalam dokumen perencanaan dengan jangka lebih pendek ( lima tahun dan tahunan).
Dalam rentang waktu 20 tahun, pentahapan pembangunan dibagi atas 4 bagian. Pembangunan tahap I (2005-2012), mempunyai fokus pada penyelesaian permasalahan rekonstruksi, rehabilitasi dan reintegrasi Aceh. Kerangka waktu 7 tahun (dibanding 5 tahun sebagaimana RPJP Nasional) ditetapkan berdasarkan realitas di lapangan yaitu kerangka waktu selesainya proses rekonstruksi dan reintegrasi yang selesai pada tahun 2012. Selain itu, periode pemerintah juga berakhir pada tahun 2012 sehingga pentahapan di RPJP Aceh selanjutnya dapat diterjemahkan dalam rencana pembangunan jangka menengah Aceh.
Pembangunan tahap II, (2013-2017) dititikberatkan pada pembangunan agroindustri mengingat hampir separuh penduduk Aceh bermata pencaharian di ranah pertanian. Selanjutnya pembangunan tahap III (2018-2022), memberi tekanan pada pengembangan industri manufaktur sebagai lanjutan tahap industrialiasi Aceh. Akhirnya, pada tahap IV (2023-2025) pemerintah Aceh lebih memprioritas dalam menjadikan Aceh sebagai kawasan perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge based economy/society). Pentahapan pembangunan Pemerintah Aceh adalah mengikuti teori Rostow yaitu tahapan-tahapan pembangunan.
Dan jika dihubungkan tahapan RPJP Aceh dan RPJM Nasional, yaitu periode 2010-2014 yang merupakan tahapan kedua dari RPJPN 2005-2025. Arahan RPJPN 2005-2025 dalam RPJMN 2010-2014 adalah memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan IPTEK serta memperkuat daya saing ekonomi. Arahan ini tentunya harus juga diimplementasikan sampai dengan tingkat daerah yaitu dengan memperkuat daya saing perekonomian daerah dan kualitas SDM di daerah sehingga nantinya memperkuat daya saing perekonomian dan kualitas SDM secara nasional.
Tentunya dengan gambaran demikian, sinkronisasi antara RPJP Aceh dan RPJM Nasional sudah berjalan. Itu terlihat pada fokus pemantapan penataan NKRI pada RPJM Nasional 2010-2014 dan di pertegas oleh RPJP Aceh 2005-2012 yaitu rekonstruksi, rehabilitasi dan reintegrasi Aceh (pasca tragedi Tsunami dan konflik politik RI-GAM). Dan selanjutnya peningkatan kualitas SDM dan daya saing ekonomi daerah dalam RPJM Nasional, juga terlihat pada tahapan II RPJP Aceh 2013-2017 yaitu pembangunan agroindustri dan industrialisasi dalam rangka peningkatan perekonomian daerah.
Meskipun sinkronisasi RPJP Aceh dan RPJM Nasional tidak sepenuhnya relevan dalam implementasinya. Tetapi pada prinsipnya fokus isu, arah kebijakan dan program pembangunan sudah terkonsep dengan selaras. Tinggal permasalahan periode waktu saja yang mungkin tidak berjalan dengan sesuai, sebab hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain stabilitas politik daerah, alokasi anggaran keuangan, dan force majure (bencana alam, konflik, dan lain-lain).
Rizkie Maulana
Mahasiswa Studi Pembangunan USU