Mengikuti William N. Dunn (2003: 608-610), istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment). Evaluasi berkenan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik; evaluasi member sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Jadi, meskipun berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan publik. Evaluasi pada “perumusan” dilakukan pada sisi post-tindakan, yaitu lebih pada “proses” perumusan daripada muatan kebijakan yang biasanya “hanya” menilai apakah proesnya sudah sesuai dengan prosedur yang sudah disepakati.
Menurut pendapat sebagian ahli kebijakan, evaluasi dimasukkan dalam tahap akhir siklus (proses) kebijakan. Namun, beberapa ahli berpendapat bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir namun masih ada tahap selanjutnya dari hasil evaluasi tersebut. Sejatinya, kebijakan publik lahir mempunyai tujuan untuk menyelesaikan permasalahan, namun seringkali terjadi kebijakan tidak berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian suatu kebijakan dan sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan dilakukan evaluasi. Dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan ( Winarno, 2012).
Menurut Harris (2010) yang mengutip pendapat Rossi et al (2004) bahwa evaluasi adalah penggunaan metode pengujian atau penelitian sosial untuk mengetahui efektifitas suatu program. Sementara menurut Tuckman (1985) yang dikutip oleh Sopha Julia (2010), evaluasi adalah suatu proses untuk mengetahui / menguji apakah suatu kegiatan,proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kegiatan yang telah ditentukan. Suatu program tidak hanya sekedar dirancang dan dilaksanakan melainkan harus diukur pula sejauh mana efektifitas dan efisiensinya.
Evaluasi kebijakan mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya. Menurut Dun, 2003:608-609, evaluasi mempunyai sejumlah karakteristik yang membedakannya dari metode- metode analisis kebijakan lainnya:
1. Fokus Nilai
Evaluasi dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha mengumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan tidak terantisipasi. Kerena ketepatan tujuan dan sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.
2. Interdependensi Fakta-Nilai
Tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai”. Untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tertinggi (atau rendah) diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara actual merupakan konsekuensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu, pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.
3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau
Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi- aksi dilakukan (ex post). Rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
4. Dualitas Nilai.
Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada (misalnya, kesehatan) dapat dianggap sebagai intristik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata di dalam suatu hirarki yang merefleksiakan kepentingan relative dan saling ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Evaluasi merupakan tahapan penting dalam pelaksanaan suatu program. Manfaat positif akan diperoleh apabila evaluasi dijalankan dengan benar dan memperhatikan segenap aspek yang ada dalam suatu program. Menurut Dunn, 2003:609-611, mempunyai sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan, yakni:
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik.
2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan tujuan dan sasaran, anlis dapat menguji alternatif sumber nilai (misalnya, kelompok kepentingan dan pegawai negeri, kelompok-kelompok klien) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomi, legal, sosial, subtantif).
3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat member sumbanagan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan menunjukan bahwa tujuan dan target perlu didefinisikan ulang.
Evaluasi dapat pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
Selain hal tersebut diatas, mengikuti Samodra Wibawa (1994: 10-11), evaluasi kebijakan publik memiliki 4 (empat) fungsi, yaitu:
1. Eksplanasi
Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antarberbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi maslah, kondisi, dan actor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
2. Kepatuhan
Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya, sesuai dengan standard dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.
3. Audit
Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-benar sampai ke tangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan.
4. Akunting
Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.