Tepat tanggal 25 November setiap
tahunnya, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional, yang juga
merupakan hari lahirnya organisasi guru yaitu Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI). Namun tahukah Anda asal usul mengapa tanggal tersebut dipilih
menjadi hari yang khusus bagi para pahlawan tanpa tanda jasa?
Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, para pegiat pendidikan
di nusantara telah mendirikan organisasi bernama Persatuan Guru Hindia Belanda
(PGHB) tahun 1912. Anggotanya adalah kalangan Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah yang
bekerja di sekolah-sekolah yang ada di tanah air.
Kemudian, kuatnya keinginan untuk merdeka dan mendirikan
negara sendiri yang bernama Indonesia membuat pengurus dan anggota PGHB
mengubah nama organisasi mereka menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) di tahun
1932.
Usai kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pengurus dan anggota
PGI menyelenggarakan Kongres Guru Indonesia yaitu tepat di 100 hari setelah
tanggal kemerdekaan tersebut, 24 -25 November 1945. Kongres yang berlangsung di
Kota Surakarta tersebut diadakan untuk mengikrarkan dukungan para guru untuk
NKRI. Saat itu, nama organisasi PGI pun diperbarui menjadi Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI).
Dilansir oleh situs resmi PGRI, karena jasa dan perjuangan
yang telah dilakukan oleh para guru di tanah air, maka Pemerintah RI melalui
Kepres No 78 Tahun 1994 menetapkan tanggal berdirinya PGRI sebagai Hari Guru
Nasional.
Kepres itu juga dimantapkan di UU No 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, yang menetapkan tanggal 25 November setiap tahunnya diperingati
sebagai Hari
Guru Nasional, yang kerap diperingati bersamaan dengan ulang
tahun PGRI. Hal ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah RI No.74 Tahun
2008 tentang Guru Pasal 35, yang menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari
Guru Nasional.
Guru punya peran
sakral dalam kehidupan dan penghidupan. Ucapannya digugu (diyakini),
perilakunnya ditiru (diikuti). Menjadi guru sebetulnya bukan pilihan, lantaran
pencapaian pengetahuan dan kebijaksanaan yang memadai, dengan sendirinya
menjadikan seseorang bergelar guru akhirnya dekat dengan pendidikan dan
pengajaran.
Pendidikan, erat
dalam terminologi pesantren dikenal dengan tarbiyah yang berarti menjaga,
memelihara dan mengurus, menjadikan murid atau santri sebagai manusia terdidik.
Manusia terdidik sanggup menjalani penghidupan sesuai jalan kemandirian.
Pengajaran, dikenal
dengan ta'lim dan ta'dib, addaba-yuaddibu-ta’diban mengedepankan perlunya
wawasan, ilmu pengetahuan dan keterampilan praktis yang berkeadaban, sehingga
siswa atau santri tidak hanya terdidik, tapi juga beradab dan terpelajar bagi
kehidupan/kebudayaan.
Menjadi guru
bukan pilihan, sebab guru adalah takdir yang menjadikan kehidupan/kebudayaan
tidak bergantung pada apapun kecuali hanya kepada Allah SWT yang merasuk dalam
nafas dan sang waktu.
Menjadi
guru adalah profesi Mulia, dari guru lahir manusia-manusia berilmu.Guru adalah profesi yang dihormati, dari
guru lahir manusia-manusia berakhlak mulia. Guru adalah sosok sang pembelajar, yang terus belajar dan
mengajarkan keilmuan agar manusia memiliki derajat yang tinggi. Guru adalah sosok panutan, yang kata dan perbuatannya
senantiasa di teladani oleh anak didiknya. Guru
adalah ujung tombak pendidikan, maka sudah selayaknya guru mendapatkan tempat
terbaik. Apapun profesi di dunia ini takan
pernah ada kecuali ada guru dibalik kehebatan semua profesi yang ada.
Menurut Prof. Dr. Sunardi, M.Pd. Dekan
FKIP Universitas Jember guru yang ideal bisa diimplementasikan dari akronim
kata GURU itu sendiri yaitu gagasan,
usaha, rasa dan utama.
Sebagai seorang guru harus dipenuhi dengan gagasan atau
ide kreatif untuk menjadikan peserta didiknya lebih berkembang. Ide tersebut
harus disertai dengan usaha yang maksimal untuk mewujudkannya. Ide
dan usaha tersebut harus dilandasi dengan rasa atau
empati sehingga ilmu yang dimiliki akan mengarah ke jalan yang positif. Kalau
ketiganya sudah berjalan dengan baik maka keutamaan yang
akan didapat.
Harapan dan seharusnya guru-guru Indonesia
menjadi guru inspiratif. Hal ini sesuai dengan pemeo yang mengatakan `The mediocre teacher tells,
the good teacher explains.
The superior teacher demonstrates, the great teacher inspires‘. Terjemahan bebasnya kira-kira begini; guru yang biasa-biasa saja (cenderung) mengajarkan, guru yang baik memberikan penjelasan, guru yang di atas rata-rata (cenderung) memperagakan dan guru yang hebat adalah yang menginspirasi.
The superior teacher demonstrates, the great teacher inspires‘. Terjemahan bebasnya kira-kira begini; guru yang biasa-biasa saja (cenderung) mengajarkan, guru yang baik memberikan penjelasan, guru yang di atas rata-rata (cenderung) memperagakan dan guru yang hebat adalah yang menginspirasi.
Guru dikatakan sebagai sumber inspirasi tatkala pikiran,
ucapan, dan tindak tanduknya menjadi anutan bagi anak didik dalam memaknai
peristiwa-peristiwa yang ada di sekitarnya dan mampu menggerakkan siswa untuk
melakukan perubahan positif dalam kehidupannya di masyarakat.
Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia
yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan
filosofis tetapi mampu mengembangkan potensi spiritualnya. Pendidikan
seharusnya bukan semata-mata mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan
namun juga mampu mengembangkan nilai-nilai religius pada peserta didik sehingga
secara terus-menerus dapat melakukan pencerahan di dalam qalbunya. Oleh karena itu,
tujuan pendidikan adalah membentuk karakter manusia seutuhnya agar menjadi
manusia yang bertaqwa, menjadi individu-individu yang muttaqin dalam
rangka melaksanakan tugas dari Allah swt menjadi khalifah di muka bumi sehingga
mampu mengemban amanah ibadah dan amanah risalah dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan telah ada sejak Nabi Adam A.S. di mana saat Allah
swt baru menciptakannya dari tanah. Ia berinteraksi dan mengajarkannya secara
langsung nama-nama benda. Hal ini dapat dilihat pada QS.
2:31-33. Sejak saat itu pula manusia mengambil pelajaran dan
merealisasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Proses tersebut dipandang
sebagai hal yang alami dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada pada setiap
insan.
Pendidikan tanpa Guru, ibarat kebun tanpa pemiliknya. Guru,
memiliki peran yang sangat strategis bagi dunia pendidikan. Karena dari semua
komponen pendidikan yang ada seperti kurikulum, sarana prasarana, metode
pengajaran, guru, siswa, orangtua dan lingkungan, yang paling menentukan adalah
Guru. Ada sebuah ungkapan bahwa have good teachers, will
have good nations. Guru memiliki kedudukan yang sangat mulia, dari
merekalah tercipta generasi emas dengan peradaban manusia yang gemilang.
Terlebih ia mengemban amanat untuk mewujudkan pendidikan nasional yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Tantangan pendidikan di era informasi saat ini, mengharuskan
Guru untuk lebih kreatif, inovatif, dan inspiratif dalam mendesain
kegiatan pembelajaran yang bermutu untuk menyongsong generasi emas Indonesia
Tahun 2045. Dengan jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, Guru menjadi kunci
utama keberhasilan sumber daya manusia yang tidak hanya produktif tetapi juga
unggul dan religius. Ini juga tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk
bersinergi mencerdaskan anak bangsa.
Peran Guru yang tidak hanya mengajar, termaktub dalam UU No.
14 tahun 2005, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.
Salah satu hal yang amat menarik dalam ajaran Islam adalah
penghargaan yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan tersebut
sehingga menempatkan kedudukan Guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan
rasul. Ulama Islam Al Ghazali mengatakan mengamalkan ilmu dengan mengajarkannya
merupakan pekerjaan yang paling dihargai oleh Islam. Karena sesungguhnya para
Guru telah memilih pekerjaan besar dan penting. Ibarat matahari yang menerangi
alam, ia memiliki cahaya yang terang benderang dalam dirinya.
Momen Hari Guru Nasional ini tidak sekadar untuk
merefleksikan jati diri profesi seorang guru, lebih dari itu kita kembali
mengingat substansi peran guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional
bagi kehidupan bangsa dan negara.
Memberikan teladan kepada para siswanya merupakan salah satu
hal yang paling penting dalam pendidikan karakter. Sosok guru di manapun akan
menjadi contoh bagi peserta didik, karenanya mereka memandang bahwa ia adalah
kompas penunjuk jalan apabila tersesat. Seorang guru perlu menanamkan akhlak
yang baik bagi muridnya, hal ini dapat dilakukan secara terus menerus seperti
mengucapkam salam, menanamkan nilai-nilai kejujuran, berdoa di setiap memulai
dan mengakhiri pekerjaan, membiasakan senyum, pembudayaan sikap santun,
bersikap baik di dalam maupun di luar sekolah, bukankah bagaimana proses itu
terbiasakan? Terlebih urgensi perubahan kurikulum 2013 lebih menitikberatkan
pada pembentukan sikap dan karakter yang baik pada setiap proses pembelajaran (dalam artikel Supardi, M.Pd)
Kita dapat mengambil hikmah bagaimana Nabi Muhammad SAW mengajarkan dan memberikan teladan yang baik kepada para sahabatnya yang pada
waktu itu juga menjadi murid-muridnya. Akhlak beliau seindah apa yang dikatakan
oleh Allah swt dalam Al Qur’an. Beliau mengajarkan ilmu dengan ikhlas dan hati
yang tulus, sehingga dapat mudah diterima oleh para sahabatnya dengan hati yang
tulus juga. Kiranya benar, apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati.
Rasulullah saw juga seorang motivator ulung. Beliau selalu
menggunakan bahasa yang sederhana tetapi bernilai sastra tinggi, tepat dalam
berbicara dan sangat cerdas sehingga apa yang beliau ucapkan mudah dipahami
oleh para sahabatnya. Hal ini bisa kita lihat dari setiap hadist yang beliau
sampaikan. Sebagai Guru, terlebih dulu beliau selalu memberikan teladan,
sehingga mendorong para sahabat untuk mencontohnya. Tidak heran jika beliau
adalah Guru bagi seluruh manusia di sepanjang masa. Inilah sejatinya contoh
pendidikan karakter yang konkret yang dapat kita tanamkan kepada peserta didik
di setiap waktu dan keadaan.
Pendidikan memang bukanlah persoalan yang mudah, bila kita
tanam sekarang ia dapat dirasakan hasilnya 20 tahun mendatang. Maka dari itu,
kita harus bersinergi untuk mewujudkan generasi emas 2045 100 tahun Indonesia
Merdeka). Persoalan-persoalan itu dapat kita pecahkan bersama-sama dengan
bergandengan tangan. Tidak ada lagi yang lalai dalam tugas mendidik, tidak saling
adu jotos, merokok di sekolah, jujur dalam mengelola anggaran pendidikan,
terlebih lagi guru mau menjadi pembelajar sejati dan terus berusaha untuk
meningkatkan kapasitas dirinya sehingga dapat terwujud Guru teladan (good
teachers).
Berkarakter
Mendambakan guru yang berkarakter harus secara holistik (menyeluruh) yang menghubungkan antara dimensi moral, etika pendidikan dengan ranah sosial dan sipil. Sikap dan nilai dasar ini dikomunikasikan, diidentifikasikan dari masyarakat dan diteguhkan lewat pendidikan di sekolah.
Mendambakan guru yang berkarakter harus secara holistik (menyeluruh) yang menghubungkan antara dimensi moral, etika pendidikan dengan ranah sosial dan sipil. Sikap dan nilai dasar ini dikomunikasikan, diidentifikasikan dari masyarakat dan diteguhkan lewat pendidikan di sekolah.
Roda pendidikan dari tanggung jawab guru berkarakter kuat. Memiliki nilai tambah, meningkatkan mutu pendidikan. Kewibawaan, ketegasan, kedisiplinan, tanggung jawab, rasa sosial, sabar, kasih sayang, simpati, empati dan moralitas guru terbentuk.
Kesepakatan
pemahaman dan aktualisasi pelaksanaan dalam keseragaman pendidikan ditegaskan.
Paling tidak disamakan persepsi dalam kebutuhan bahwa guru harus cerdas,
berkualitas, inspiratif dan mempunyai niat, kesungguhan, hati nurani dalam
bekerja untuk mencerdaskan anak bangsa dengan melakukan pendampingan secara
total..
Dalam
bukunya Educating for Charakter, (Thomas Lickona.1991). Pendidikan karakter
sebuah usaha sengaja untuk menolong orang agar memahami, peduli akan dan
bertindak atas dasar nilai-nilai etis. Dari sini jelas sekali bahwa sebuah
karakter merupakan bentuk bela rasa untuk mengerti, memahami, menolong,
melaksanakan dengan semangat rela berkorban, olah hati, bela rasa, tabah hati,
lemah lembut, berdisiplin dengan tidak melepaskan diri dari koridor norma yang
berlaku.
Rhenald
Khasali (2007) semakin menguatkan bahwa diperlukan guru inspiratif yang akan
membentuk bukan hanya satu atau sekelompok orang, tetapi ribuan orang. Satu
orang yang terinspirasi menginspirasi lainnya sehingga sering terucap kalimat
”Aku ingin jadi seperti dia” atau ”Aku bisa lebih hebat lagi”.
Mengidealkan
guru idola, pondasi karakter harus di kedepankan. Sebab peserta didik
umumnya akan mengenang, mengingat dan meniru apa yang diwariskan oleh guru
melalui karyanya. Beban berat guru untuk mentransformasikan nilai positif
setiap saat demi pendidikan yang beradab, (long life education). Guru banyak
karya mengidentifikasikan, guru mulia bagi sesama, bangsa dan negara.
Hulu
pendidikan dibentuk dari fondasi guru berkarakter. Sebagai modal untuk
menjadikan manusia berbudaya. Jembatan perubahan sistem pola pikir (mindset),
sebab pendidikan merupakan sebuah proses. Nilai (value) dan kepribadian
ditransformasikan guru kepada peserta didik bekal masa depan. Maka pendidikan
sekarang sangat mendamba guru berkarakter. Banyak karya, guru menjadi mulia
untuk bangsa dan negara (dalam artikel Fx Triyas Hadi dan Prihantoro)
Percepatan
peningkatan pendidikan yang bermutu harus terus diupayakan oleh sang guru.
Mereka adalah mutiaranya agent of change, pelaku perubahan agar menghasilkan manusia
Indonesia yang religius, cerdas, produktif, andal dan komprehensif melalui
layanan pembelajaran ang prima terhadap peserta didiknya, sehingga terwujud
generasi emas tahun 2045.